Birokrasi
dan politik sebagai dua institusi yang berbeda namun sulit untuk
dipisahkan. Keduanya saling memberikan kontribusi bagi pelaksanaan
pemerintahan daerah yang baik. Institusi politik dan birokrasi melakukan
proses check and balance agar senantiasa berada dalam koridor
esensi otonomi daerah. Interaksi antara kedua institusi tersebut
melahirkan pola relasi yang dinamis konstruktif, namun disisi lain
menampakkan fenomena sebaliknya, yaitu adanya “perselingkuhan” yang
meminggirkan kepentingan publik.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa institusi politik dan birokrasi merupakan institusi yang berbeda karakternya. Birokrasi sebagai suatu sistem organisasi formal dimunculkan pertama sekali oleh Weber pada tahun 1947, menurutnya,
birokrasi merupakan tipe ideal bagi semua organisasi formal. Ciri
organisasi yang mengikuti sistem birokrasi adalah pembagian kerja dan
spesialisasi, orientasi impersonal, kekuasaan hirarkis,
peraturan-peraturan, karir yang panjang, dan efisiensi. Sedangkan institusi politik berkarakter demokrasi yang ditandai oleh adanya kebebasan sipil dan politik, seperti kebebasan berbicara, menulis, berkumpul dan berorganisasi, dan perdebatan-perdebatan politik.
Perbedaan kedua institusi ini telah dikemukakan oleh Wilson (1887-1941) dan Goodnow (1990), dimana politik ada dalam ranah kebijakan (policy) dan birokrasi di ranah administrasi (administration). Perbedaan
kedua institusi tersebut tentunya akan melahirkan pola relasi yang
dinamis. Dinamika terjadi ketika proses politik berlangsung, saat
birokrasi dan politik sama-sama menjalankan proses penyusunan
aturan-aturan seperti undang-undang, peraturan daerah, dan sebagainya.
Kemudian intensitas relasi dinamis juga terjadi saat birokrasi
menjalankan fungsi implementasi kebijakan berhadapan dengan institusi
politik yang melakukan pengawasan.
Pola
relasi yang dinamis antara politik dan birokrasi terjadi ketika ada
keseimbangan relasi diantara keduanya. Pola relasi yang seimbang bukan
pola relasi yang saling mengkooptasi atau berkolaborasi diatas
kepentingan masing-masing dengan meninggalkan kepentingan masyarakat.
Pada dasarnya institusi politik dengan nilai demokrasi dan birokrasi sesungguhnya sangat diperlukan dalam proses pembangunan suatu daerah, akan tetapi semakin kuat birokrasi dalam daerah maka akan semakin rendah demokrasi lokal dan sebaliknya semakin lemah birokrasi maka akan semakin tinggi demokrasi.
Realita saat ini di Indonesia merefleksikan
kesamaan substansi pola relasi politik – birokrasi dalam kebanyakan
negara berkembang yang tengah berada dalam fase transisi demokrasi. Hal
tersebut dapat ditemui dalam ciri-ciri relasi politik – birokrasi
seperti praktek lobi-lobi untuk mencari posisi jabatan,
intervensi politik dalam penentuan jabatan, dan ketidaknyaman pejabat
birokrasi daerah yang berada dalam arena permainan politik daerah.
Eforia demokrasi menyebabkan para politisi justru keluar dari esensi
demokrasi dengan memanfaatkan momentum tersebut untuk kepentingan
pribadi dan golongan. Birokrasi pun akhirnya menyambut perilaku politik
tersebut, sehingga berakhir dengan “perselingkuhan” yang mengkhianati
rakyat.
Kondisi
pemerintahan daerah di negara-negara yang tengah bertransisi dari
otoriter ke demokrasi ditandai oleh fenomena diantaranya terjadi peningkatan dominasi lembaga politik terhadap birokrasi. Lembaga–lembaga politik, seperti parlamenter, partai politik, dan kelompok kepentingan mengalami peningkatan kekuatan dan mampu melakukan kontrol terhadap birokrasi. Pada sisi lain, masa diluar birokrasi secara politis dan ekonomis pasif, sehingga menyebabkan lemahnya peranan mereka untuk mengontrol perilaku menyimpang institusi politik dan birokrasi.
Ketika relasi politik dan birokrasi tidak berkembang ke arah sinergisitas untuk keberhasilan pembangunan di daerah, maka dapat disimpulkan bahwa kedua institusi tersebut cendrung dipertanyakan kemampuannya untuk melaksanakan pembangunan, terutama pembangunan yang mampu mengantisipasi dan menahan gejolak-gejolak eksternal sehingga bisa mencapai tingkat pertumbuhan yang memadai, yang dapat mendistribusikan secara merata hasil dari perjuangan masyarakat tersebut.
Relasi
politik – birokrasi, sebagaimana dijelaskan Toha diatas, memang sulit
dihindarkan bahkan dapat dikatakan mustahil. Termasuk menghilangkan
motif politik dalam tubuh birokrasi. Birokrasi bahkan telah menjadi
kekuatan politik dengan posisinya sebagai pemilik jaringan struktur
hingga ke basis masyarakat, penguasaan informasi yang memadai, dan
kewenangan eksekusi program dan anggaran. Eksistensi birokrasi sebagai alat atau mekanisme untuk mencapai tujuan yang baik dan efisien dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik atau motif politik tertentu.
Situasi ini digambarkan oleh Fredrickson (2004) yang menunjukkan masuknya peranan pejabat politik dalam menata administrasi pemerintahan. Situasi, politisasi birokrasi ini terjadi
khususnya dalam Pilkada, cenderung menghasilkan oligarki, yaitu
kekuasaan berada ditangan sejumlah kecil orang pada puncak partai-partai
politik yang berkuasa. Dominasi peran oleh pejabat politik dalam
periode ini berada dalam posisi yang sangat kuat (legislative heavy)
karena sudah memposisikan diri sebagai lembaga pengambil keputusan dan
penentu tindakan politik sebagai cerminan preferensi atau kehendak
rakyat yang diwakili.
Kepala
daerah sebagai pejabat Pembina birokrasi di daerah justri memanfaatkan
birokrasi sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan politik dan partai
politik. Kondisi ini justru menempatkan birokrasi pada posisi
subordinasi politik. Dalam pada itu, birokrasi dalam batas tertentu
memang sudah memiliki komitmen untuk menjaga netralitasnya terhadap
kekuatan politik dan golongan yang dominan sehingga betul-betul bisa
berperan secara objektif sebagai abdi negara dan masyarakat. Namun
komitmen tersebut baru sebatas slogan belaka, karena ketidakberdayaan
birokrasi terhadap pejabat Pembina PNS tersebut yang notabenenya adalah
pejabat politik di daerah.
Hal ini yang kemudian menjadikan birokrasi sekaligus menjadi instrument of power yang tidak lepas dari kepentingan sumber kekuasaan itu sendiri. Aktivitas birokrasi akan dipengaruhi oleh perubahan kepentingan internal orang-orang yang ada di dalamnya. Birokrasi sebagai kekuatan politik sarat dengan kepentingan politik seperti mempertahankan kekuasaan. Para pejabat birokrasi daerah dalam
pemerintahan senantiasa menjalankan berbagai strategi dan inovasi untuk
memelihara agen-agen dan posisi politiknya. Ada tiga klasifikasi
strategi (Wilson, 1989) yang biasa digunakan untuk mencapai tujuan politik mereka, yaitu melakukan advokasi (advocate), melalui pembuatan keputusan (decision makers), dan memangkas anggaran (budget-cutters). Selain strategi di atas, para pejabat birokrasi daerah juga melakukan inovasi-inovasi dalam menjalankan kekuasaannya. Inovasi ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi situasi dan kondisi serta proses yang dihadapi oleh organisasi pemerintah.
Relasi politik – birokrasi menunjukkan Pola hubungan bawahan-atasan. Kondisi ini rentan
untuk disalahgunakan. Kepala Daerah dapat mengeluarkan kebijakan apa
saja terhadap birokrasi yang sesungguhnya menjadi “area kerja” internal
birokrasi. Seorang bupati
bisa memasukkan dan mendudukkan “orang-orangnya” di jajaran birokrasi.
Akibatnya di berbagai wilayah, Kepala Daerah bersikap layaknya raja yang
bertindak bebas terhadap birokrasi. Bahkan, Kepala Daerah bisa
“memainkan” birokrasi seperti melakukan mutasi, merekrut dan memasang
orang-orang kepercayaan, serta memanfaatkan seluruh instrumen birokrasi
untuk kepentingan-kepentingan politik jangka pendek. Demikian yang nampak pada pola relasi politik dan birokrasi saat ini.
Relasi
politik -birokrasi ditandai oleh adanya intervensi politik. Secara
teoritis, intervensi politik terhadap birokrasi memang sulit
dihindarkan. Ada beberapa penyebab mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pertama, masih kuatnya primordialisme politik, dimana ikatan kekerabatan, politik balas budi, keinginan membagun pemerintahan berbasis keluarga, mencari rasa aman, dan perilaku oportunis birokrat. Kedua, mekanisme check and balance belum menjadi budaya dan belum dilaksanakan dengan baik. Ketiga, kekuasaan yang dimiliki politisi cenderung untuk korup sebagaimana dikemukakan oleh Lord Acton “power tends to corrupt”. Keempat, rendahnya kedewasaan parpol dan ketergantungan tinggi terhadap birokrasi. Kelima, kondisi kesejahteraan aparat birokrat atau PNS di daerah yang rendah cenderung melahirkan praktek rent seeking melalui aktivitas politik tersembunyi demi mendapat income tambahan. Keenam,
perangkat aturan yang belum jelas dan mudah dipolitisasi, seperti
lemahnya instrumen pembinaan pegawai, kode etik belum melembaga, adanya
status kepada daerah sebagai pembina kepegawaian, dan rangkap jabatan
kepala daerah dengan ketua umum parpol.
Sebab-sebab
sebagaimana dikemukakan di atas masih sangat kuat terlihat di daerah di
Indonesia. Implikasinya, pola relasi politik dengan birokrasi cenderung
berjalan secara tidak sehat. Relasi politik - birokrasi tidak pada posisi balance,
kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh pejabat birokrasi atas
arahan politik banyak yang tidak sesaui mekanisme dan persyaratan yang
ada, sehingga semakin menjauhkan profesionalisme dan netralitas
birokrasi.
Kurniawan
(2009) mengemukakan bahwa tantangan netralitas dan profesionalisme
aparat birokrasi salah satunya kasus kesewenang-wenangan pejabat politik
terhadap pejabat karier. Para pejabat karier merupakan aparat pelaksana
kebijakan pemerintah yang bekerja secara profesional, sehingga sungguh
memprihatinkan jajaran birokrasi ditunggangi kepentingan politik di luar
birokrasi. Oleh karena itu, untuk mempertahankan sikap netral, maka jajaran birokrasi mau tak mau dituntut bersikap profesional.
Tantangan
ke depan bukan bagaimana memisahkan dengan tegas diantara keduanya,
melainkan menciptakan pola relasi yang seimbang antara politik dan
birokrasi. Keseimbangan relasi tersebut harus berdasarkan pada kejelasan
dan keseimbangan antara peran dan tanggung jawab kedua institusi
tersebut. Hal ini sebagaimana tawaran solusi dari Carino (1994) agar relasi politik-birokrasi ditempatkan dalam pola bureaucratic subllation. Tipe ini mengacu
pada relasi yang relatif sejajar dan seimbang antara politisi dengan
birokrasi. Pola ini dilatarbelakangai oleh pemahaman bahwa birokrasi
bukanlah sekedar entitas yang menjadi instumen atau alat untuk
melaksanakan kebijakan publik. Birokrasi yang terlatih secara
profesional memiliki sumberdaya dan power tertentu dari kedudukannya
sebagai pejabat pemerintah. Birokrasi biasanya memiliki perjalanan
karier yang lebih panjang dibandingkan dengan politisi yang bisa saja
terpilih secara kebetulan. Argumen bureaucratic subblation adalah, meskipun a politis dan non partisan,
birokrasi juga memiliki power dan sumberdaya tersendiri saat berhadapan
dengan pejabat politik, terutama terkait dengan kemampuan
profesionalnya. Konsekuensinya, birokrasi tidak sekedar menjadi
subordinasi ranah politik, tetapi juga dapat menjadi kekuatan
penyeimbangnya.
mantap artikelnya.
ReplyDeletewww.kiostiket.com
zonamediaindonesia.blogspot.com
ReplyDeletelk21
ReplyDeleteagen bola terpercaya
sbobet
judi bola
Agen bola
Judi Online
Agen Bola Online
jadwal bola malam ini
casino online terbaik
casino online
judi online
agen casino online
judi live casino
agen judi
agen bola
situs judi
judi bola
judi online
bandar bola
bandar judi
situs taruhan
taruhan bola
taruhan online
situs judi bola
situs judi online
situs judi terpercaya
agen bola terpercaya
agen judi online
judi online terpercaya
agen judi terpercaya
bandar judi online
bandar bola terpercaya
judi bola online
agen piala dunia 2018
bandar piala dunia 2018
situs taruhan piala dunia 2018
situs judi piala dunia 2018
agen resmi piala dunia 2018
jasa seo
jasa seo indonesia
jasa seo terpercaya
seo indonesia
jasa seo web judi
jasa buat website
jasa pembuatan website
agen poker
ReplyDeleteagen poker terbaik
agen poker terpercaya
poker uang asli
situs poker
poker online
situs judi online
poker online
agen judi bola
agen judi terpercaya dan terlengkap
judi online
agen bola
judi bola terpercaya
agen sbobet
agen bola terpercaya
judi bola online
abandar bola terpercaya
taruhan bola online
agen judi online
liveskor
livescore
hasil pertandingan
skor pertandingan
Hi there, I just wanted to say thanks for this informative slot games book of ra free download post, can you please allow me to post it on my blog
ReplyDeleteGood information and great post. I like 918kiss game the website, and am sure to keep returning.
ReplyDeleteyour site layout is very good
Nice service there are just few who are 3win8 download for iphone providing this service great job.
ReplyDeleteGreat blog you have here - market is very slow - Hopefully mega888 web things will begin picking back up
ReplyDeleteHi thanks for your blog, you have a great page, please visit my page too. https://ez99slot.org/ and https://pencetterus.online/ and https://linktr.ee/ezslot99 , Thankyou
ReplyDeleteIf an ever increasing number of items and administrations are utilized to permit more green elements to come in, then, at that point, level of utilizing renewables will be http://www.insimwetrust.com and this will just help the world.
ReplyDelete